Oleh
H. Masnun Tahir
(Rektor UIN Mataram/Anggota Tim Monev Haji 2024)
H. Masnun Tahir
(Rektor UIN Mataram/Anggota Tim Monev Haji 2024)
Pelaksanaan ibadah haji merupakan salah satu pilar penting dalam Islam yang memiliki makna spiritual mendalam bagi setiap muslim. Keberhasilan dalam melaksanakan ibadah haji, sehingga mencapai predikat haji mabrur, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti istitho’ah secara maaliyah, shihhah dan mururiyyah.
Aspek terakhir terkait dengan kelancaran dan kenyamanan dalam menjalankan setiap rukun dan wajib haji. Dalam konteks ini, strategi Murur menghadirkan dimensi maslahah yang sangat signifikan bagi jamaah haji tahun 2024 ini. Sasaran utama jamaah murur ini adalah 55.000 jamaah haji Indonesia dengan risiko tinggi (Risti), Lansia, disabilitas dan pendamping, walaupun dalam laporan terakhir bahwa lebih dari 30%, jamaah haji kita yang mengikuti skema murur ini.
Jamaah didata oleh petugas kloter, lalu dilaporkan ke Sektor untuk dihimpun di Daker Makkah. Alhamdulillah, Jemaah diberangkatkan dari Arafah pasca wukuf menuju Muzdalifah dan Mina baik yang menggunakan skema taraf dudu dan murur clear 100 % tgl 10 Dzulhijjah jam 01.39., demikian laporan dari petugas lapangan di Arofah.
Dimensi Maslahah Murur
Sesungguhnya hukum Islam disyariatkan untuk kemaslahatan manusia. Nilai kemanusiaan dan martabat manusia sangat terhormat dalam hukum Islam. Maka lima komponen dasar kemaslahatan hidupnya (alkulliyat alkhamsah), yakni memelihara jiwa, akal pikiran, agama, harta dan kehormatan merupakan landasan dan semangat yang menjiwai seluruh batang tubuh hukum Islam .
Maslahah merujuk pada upaya untuk mencapai kebaikan dan mencegah kerusakan. Dalam pelaksanaan haji tahun 2024, dimensi Maslahah Murur tampak pada beberapa dimensi:
Pertama, Keselamatan Jamaah: Strategi Murur berfokus pada pengaturan pergerakan jamaah agar lebih teratur dan aman. Dengan menghindari kerumunan berlebih dan potensi kecelakaan, strategi ini melindungi nyawa dan kesehatan jamaah, yang merupakan maslahah utama.
Kedua, Kenyamanan dan Kelancaran Ibadah. Pengaturan yang lebih baik memastikan jamaah dapat menjalankan setiap tahapan haji dengan lebih tenang dan khusyuk. Kenyamanan ini penting agar jamaah dapat fokus pada aspek spiritual ibadah mereka, sehingga lebih memungkinkan untuk meraih haji mabrur.
Ketiga, Efisiensi Waktu dan Sumber Daya: Dengan pergerakan yang lebih tertib, waktu dan energi yang dibutuhkan jamaah menjadi lebih efisien. Mereka dapat mengalokasikan lebih banyak waktu untuk ibadah dan refleksi spiritual, daripada terjebak dalam antrian dan kerumunan.
Keempat, Penggunaan Teknologi untuk Kemaslahatan: Penerapan teknologi dalam strategi Murur, seperti aplikasi navigasi dan sistem sensor, menunjukkan bagaimana inovasi dapat digunakan untuk mencapai kemaslahatan. Ini sejalan dengan kaidah fiqh "العادة Ù…Øكمة" (al-‘adah muhakkamah), yang berarti kebiasaan (yang baik) dapat dijadikan hukum. Penggunaan teknologi yang baik dan bermanfaat bagi jamaah menjadi bagian dari kebiasaan baru yang harus diakui dan dihargai.
Selain itu, ada pula kaidah
لا ينكر تغير الأØكام بتغير الزمان والمكان
“la yunkaru taghayyuru al-ahkam bi taghayyur al-azman wa al-amakin”. “Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum dapat berubah seiring dengan perubahan zaman dan tempat".
Dalam konteks strategi Murur, kaidah ini sangat relevan karena menunjukkan fleksibilitas dan adaptabilitas hukum Islam terhadap perkembangan dan kebutuhan zaman.
Implementasi dan inovasi strategi Murur yang diterapkan oleh Kementerian Agama RI pada musim Haji tahun ini adalah contoh nyata dari penerapan kaidah ini. Dengan perubahan kondisi jamaah haji yang semakin kompleks dan jumlah yang terus bertambah, diperlukan pendekatan baru (shifting paradigm) yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan situasi saat ini.
Dengan paradigma baru ini maka perlu ditawarkan kaidah baru yang lebih substantif dan tidak terjebak pada kaidah normatif yang lebih menekankan pada teks nash yang legal formal. Paradigma lama yang sering digunakan adakah: idza shahhal hadist fahuwa mazhabii (jika suatu teks hadis telah dibuktikan keshahihannya maka itulah mazhabku) perlu ditinjau ulang perlu ditegakkan paradigma dan kaidah baru yang berbunyi: idza shahhatil mashlahatu fahuwa mazhabii (jika tuntutan kemaslahatan telah terpenuhi, maka itulah mazhabku). Hal ini tidak hanya sah secara syariat, tetapi juga dianjurkan untuk mencapai maslahah yang lebih besar (almutaaddi afdhalu min al-qhashir).
Meraih Haji Mabrur dengan Murur
Strategi Murur dalam pelaksanaan ibadah haji 2024 dari Mina lewat Muzdalifah langsung ke Mina menghadirkan dimensi maslahah yang sangat penting dalam upaya meraih haji yang mabrur. Dengan memastikan keselamatan, kenyamanan, efisiensi waktu, dan penggunaan teknologi yang tepat, strategi ini memberikan kemaslahatan yang besar bagi jamaah haji dan dalam Islam prinsip yang dipegang adalah efisiensi, meringan dan tidak memberatkan ( taqliilut takaalif wa ‘adamul kharaj).
Strategi Murur menunjukkan bahwa dalam menjalankan ibadah yang telah berusia ribuan tahun, adaptasi dan inovasi tetap diperlukan untuk memastikan bahwa ibadah tersebut dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya dan memberikan manfaat maksimal bagi umat Islam yang berhaji.
Oleh karena itu, kita patut memberikan apresiasi yang tinggi terhadap inovasi ini dan terus mendukung upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan ibadah haji di masa mendatang.
Semoga dengan strategi murur kemarin, lebih banyak jamaah yang dapat meraih haji yang mabrur dan kembali ke tanah air dengan membawa berkah dan kebaikan. Amin ya Allah.
Comments0